dok. istimewa (4/7) Peneliti: Ketika Jokowi dianggap dekat atau Jokowi dianggap mendukung, meskipun secara gestur atau tidak verbal, kandidat ini akan mendapat limpahan pemilih Jokowi. Elektabilitasnya naik, kemudian partai-partai mendekat. Ini efek tidak langsung Jokowi.
INFO INVESTIGASI, Jakarta - Peneliti politik dari Poltracking Indonesia Arya Budi menilai Presiden Joko Widodo memiliki pengaruh pada pembentukan koalisi partai politik dalam mendukung kandidat tertentu di Pilpres 2024.
Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (4/7). Arya mengatakan pengaruh tersebut karena Jokowi memiliki banyak pendukung untuk memberikan insentif elektoral pada tokoh tertentu yang dia dukung sebagai bakal calon presiden (capres). Sehingga, parpol akan mendekat dan berkoalisi untuk mengusung tokoh tersebut.
"Ketika Jokowi dianggap dekat atau Jokowi dianggap mendukung, meskipun secara gestur atau tidak verbal, kandidat ini akan mendapat limpahan pemilih Jokowi. Elektabilitasnya naik, kemudian partai-partai mendekat. Ini efek tidak langsung Jokowi," kata Arya.
Pendukung Jokowi itu, tambahnya, merupakan para pemilihnya di Pilpres 2014 dan 2019.
Merujuk pada data KPU, pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) pada Pilpres 2014 meraih suara mayoritas pemilih sebesar 53,15 persen dan mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang memperoleh suara sebesar 46,85 persen.
Kemudian, di 2019, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin memperoleh suara sebesar 55,50 persen, mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan perolehan suara 44,5 persen.
"Dengan demikian, Jokowi memiliki pengaruh terhadap separuh pemilih di Indonesia dari Pilpres 2014 dan 2019. Praktis, Jokowi memiliki basis pemilih mayoritas," kata Arya.
Selain berkenaan dengan pendukung, menurutnya, Jokowi juga berpengaruh pada pembentukan koalisi partai politik karena masih menjabat sebagai presiden.
"Kedua, efek Jokowi terhadap koalisi adalah dia merupakan presiden dengan plakat negara, yang bahkan partai tidak memilikinya. Dia komando tertinggi, punya akses informasi-informasi negara di banyak bidang, di ekonomi, dan seterusnya," ujarnya.
Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.
Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Selain itu, pasangan calon juga dapat diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara. (se/*)