dok. istimewa/ Hukum pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan perspektif yang luar biasa, (17/6).
INFOKITA INVESTIGASI, Jakarta - KPK menilai vonis bebas dari Mahkamah Agung (MA) terhadap Samin Tan menjadi preseden buruk. KPK menyebut hukum tak sekadar teks pada buku atau text book saja.
"Kita hormati putusan pengadilan. Namun, tentu dapat menjadi preseden buruk manakala pertimbangan-pertimbangan pengadilan tidak melihat aspek modus korupsi yang begitu kompleks. Sehingga, penegakan hukum tidak hanya atas dasar text book semata," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikir dalam keterangannya, Jumat (17/6/2022).
Ali menilai MA dapat melakukan penegakan hukum melalui perspektif luar biasa. Dia mengatakan ada putusan pengadilan yang menyatakan terdakwa dengan kasus mirip dengan perkara Samin Tan bersalah.
"Menegakkan hukum pemberantasan korupsi seharusnya dilakukan dengan perspektif yang luar biasa," tuturnya.
"Beberapa putusan pengadilan sebelumnya telah banyak yang memutus bersalah terdakwa dengan konstruksi hukum yang sama dengan perkara tersebut," sambung Ali.
Ali berharap pengadilan konsisten dalam putusan terhadap terdakwa korupsi. Dia mengatakan penegakan hukum harus adil.
"Sehingga di sini dibutuhkan konsistensi putusan peradilan yang tidak hanya berkeadilan namun juga memberikan kepastian hukum," lanjutnya.
Sebelumnya, Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi jaksa KPK atas Pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal (PT BLEM) Samin Tan. Tuntutan KPK dinilai tidak terlalu kuat dalam membongkar peristiwa pidana dalam perkara itu.
Sorotan itu datang dari Guru Besar Hukum Acara Pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Prof Hibnu Nugroho. Hibnu menganggap KPK salah strategi dalam kasus Samin Tan.
"Iya karena salah strategi saja, teorinya kan gitu tidak terbukti seperti yang dirumuskan. Ini perumusannya mungkin keliru teman-teman KPK. Pemetaan identifikasi mungkin kurang jeli. Kan Samin Tan ini kan orang swasta, di mana gratifikasinya? Nggak ada kan, gitu lho. Ini yang mungkin kira-kira kurang jelilah. Saya kira KPK oke semua tapi kurang jeli memecahkan identifikasinya," ucap Hibnu kepada wartawan, Selasa (14/6).
Hibnu mengamini pertimbangan majelis kasasi di mana untuk urusan suap diharuskan adanya kesepakatan di antara kedua belah pihak. Dalam perkara Samin Tan disebutkan perihal itu tidak ada.
"Jadi karena dia kan memberi itu kan kalau nggak salah hanya karena diminta. Jadi kalau suap kan emang ada dua belah pihak. Itu kan nggak. Dia diminta ya diberikan. Nggak ketemu kan (uraian pembuktiannya). Kalau gratifikasi loh dia kan bukan penyelenggara negara. Yang kena adalah penyelenggara negara yang menerima dong. Inilah saya kira mungkin bukti-bukti dari KPK perlu dicerna kembali," papar Hibnu.
(dw/*)